Masjid berasal dari kata sajada yang artinya tempat sujud. Secara
teknis sujud (sujudun) adalah meletakkan kening ke tanah. Secara
maknawi, jika kepada Tuhan sujud mengandung arti menyembah, jika
kepada selain Tuhan, sujud mengandung arti hormat kepada sesuatu
yang dipandang besar atau agung. Sedangkan sajadah dari kata
sajjadatun mengandung arti tempat yang banyak dipergunakan untuk
sujud, kemudian mengerucut artinya menjadi selembar kain atau karpet
yang dibuat khusus untuk salat orang per orang. Oleh karena itu
karpet masjid yang sangat lebar, meski fungsinya sama tetapi tidak
disebut sajadah.
Adapun masjid (masjidun) mempunyai dua arti, arti umum dan arti
khusus. Masjid dalam arti umum adalah semua tempat yang digunakan
untuk sujud dinamakan masjid, oleh karena itu kata
Nabi, Tuhan
menjadikan bumi ini sebagai masjid. Sedangkan masjid dalam
pengertian khusus adalah tempat atau bangunan yang dibangun khusus
untuk menjalankan ibadah, terutama
salat berjamaah. Pengertian ini
juga mengerucut menjadi, masjid yang digunakan untuk
salat Jum'at
disebut Masjid Jami`. Karena salat Jum`at diikuti oleh orang banyak
maka masjid Jami` biasanya besar. Sedangkan masjid yang hanya
digunakan untuk salat lima waktu, bisa di perkampungan, bisa juga di
kantor atau di tempat umum, dan biasanya tidak terlalu besar atau
bahkan kecil sesuai dengan keperluan, disebut Musholla, artinya
tempat salat. Di beberapa daerah, musholla terkadang diberi nama
langgar atau surau.
Jika menengok sejarah Nabi, ada tujuh langkah strategis yang
dilakukan oleh Rasul dalam membangun masyarakat Madani di Madinah.
(1) mendirikan Masjid, (2) mengikat persaudaraan antar komunitas
muslim, (3) Mengikat perjanjian dengan masyarakat non Muslim, (4)
Membangun sistem politik (syura), (5) meletakkan sistem dasar
ekonomi, (6) membangun keteladanan pada elit masyarakat, dan (7)
menjadikan ajaran Islam sebagai sistem nilai dalam masyarakat.
Ketika Nabi memilih membangun masjid sebagai langkah pertama
membangun masyarakat madani, konsep masjid bukan hanya sebagai
tempat salat, atau tempat berkumpulnya kelompok masyarakat (kabilah)
tertentu, tetapi masjid sebagai majlis untuk memotifisir atau
mengendalikan seluruh masyarakat (Pusat Pengendalian Masyarakat).
Secara konsepsional masjid juga disebut sebagai Rumah Allah
(Baitullah) atau bahkan rumah masyarakat (bait al jami`).
Secara konsepsional dapat dilihat dalam sejarah bahwa masjid pada
zaman Rasul memiliki banyak fungsi :
1. Sebagai tempat menjalankan ibadah salat
2. Sebagai tempat musyawarah (seperti gedung parlemen)
3. Sebagai tempat pengaduan masyarakat dalam menuntut keadilan
(seperti kantor pengadilan)
4. Secara tak langsung sebagai tempat pertemuan bisnis
Yang lebih strategis lagi, pada zaman Rasul, masjid adalah pusat
pengembangan masyarakat dimana setiap hari masyarakat berjumpa dan
mendengar arahan-arahan dari Rasul tentang berbagai hal; prinsip-
prinsip keberagamaan, tentang sistem masyarakat baru, juga ayat-ayat
Qur'an yang baru turun. Di dalam masjid pula terjadi interaksi antar
pemikiran dan antar karakter manusia. Adzan yang dikumandangkan lima
kali sehari sangat efektif mempertemukan masyarakat dalam membangun
kebersamaan.
Bersamaan dengan perkembangan zaman, terjadi ekses-ekses dimana
bisnis dan urusan duniawi lebih dominan dalam pikiran dibanding
ibadah meski di dalam masjid, dan hal ini memberikan inspirasi
kepada Umar bin Khattab untuk membangun fasilitas di dekat masjid,
dimana masjid lebih diutamakan untuk hal-hal yang jelas makna
ukhrawinya, sementara untuk berbicara tentang hal-hal yang lebih
berdimensi duniawi, Umar membuat ruang khusus di samping masjid.
Itulah asal usulnya sehinga pada masa sejarah Islam klassik (hingga
sekarang), pasar dan sekolahan selalu berada di dekat masjid.
0 komentar:
Posting Komentar