Rabu, 03 Februari 2010

Sidrat al-Muntahā

Sidrat al-Muntahā (Arab: سدرة المنتهى‎ , Sidratul Muntaha) adalah sebuah pohon bidara yang menandai akhir dari langit/Surga ke tujuh, sebuah batas dimana makhluk tidak dapat melewatinya, menurut kepercayaan Islam. Dalam kepercayaan ajaran lain ada pula semacam kisah tentang Sidrat al-Muntahā, yang disebut sebagai "Pohon Kehidupan".
Pada tanggal 27 Rajab selama Isra Mi'raj, hanya Muhammad yang bisa memasuki Sidrat al-Muntaha dan dalam perjalanan tersebut, Muhammad ditemani oleh Malaikat Jibril, dimana Allah memberikan perintah untuk Sholat lima waktu.
Dalam Agama Baha'i Sidrat al-Muntahā biasa disebut dengan "Sadratu'l-Muntahá" adalah sebuah kiasan untuk penjelmaan Tuhan.

Etimologi

Sidrat al-Muntahā berasal dari kata sidrah dan muntaha. Sidrah adalah pohon Bidara, sedangkan muntaha berarti tempat berkesudahan, sebagaimana kata ini dipakai dalam ayat berikut:
Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna, dan bahwasanya kepada Tuhanmulah kesudahan (segala sesuatu). (An-Najm, 53:41-42)
Dengan demikian, secara bahasa Sidratul Muntaha berarti pohon Bidara tempat berkesudahan. Disebut demikian karena tempat ini tidak bisa dilewati lebih jauh lagi oleh manusia dan merupakan tempat diputuskannya segala urusan yang naik dari dunia di bawahnya maupun segala perkara yang turun dari atasnya. Istilah ini disebutkan sekali dalam Al-Qur'an, yaitu pada ayat:
...(yaitu) di Sidratil Muntaha. (An-Najm, 53:14)

Wujud Sidrat al-Muntahā

Sidratul Muntaha digambarkan sebagai Pohon Bidara yang sangat besar, tumbuh mulai Langit Keenam hingga Langit Ketujuh. Dedaunannya sebesar telinga gajah dan buah-buahannya seperti bejana batu. Menurut Kitab As-Suluk, Sidrat al-Muntahā adalah sebuah pohon yang terdapat di bawah 'Arsy, pohon tersebut memiliki daun yang sama banyaknya dengan sejumlah makhluk ciptaan Allah.
Allah berfirman dalam surah An-Najm 16,
Ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya (an-Najm, 53: 16)
Dikatakan bahwa yang menyelimutinya adalah permadani terbuat dari emas.
Jika Allah memutuskan sesuatu, maka "bersemilah" Sidratul Muntaha sehingga diliputi oleh sesuatu, yang menurut penafsiran Ibnu Mas'ud radhiyallahu anhu adalah "permadani emas". Deskripsi tentang Sidratul Muntaha dalam hadits-hadits tentang Isra Mi'raj tersebut hanyalah berupa gambaran (metafora) sebatas yang dapat diungkapkan kata-kata. Hakikatnya hanya Allah yang Maha Tahu.

- Berikan komentar anda -

0 komentar:

Posting Komentar

 

Followers

Link :

islamic world

Dunia Islam Copyright © 2009 Not Magazine 4 Column is Designed by Ipietoon Sponsored by Dezigntuts